Pencabutan Hak Politik Calon Pejabat Publik di Momentum Pemilu
Utama

Pencabutan Hak Politik Calon Pejabat Publik di Momentum Pemilu

​​​​​​​Penuntut umum kerap mengajukan dalil untuk melindungi kepentingan publik untuk memperoleh pejabat publik yang bersih.

Moh Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Anggota Komnas HAM, Amirudin Al Rahab, mengatakan, jaksa dalam merumuskan tuntutan dan hakim dalam memutuskan vonis terhadap pejabat publik yang melakukan tindak pidana korupsi, tidak semata bersandar pada peraturan perundang-undangan. Hakim juga memperhatikan aspek moral dan etika publik yang melekat kepada seorang pejabat publik. Seorang pejabat publik seharusnya paham bahwa jabatan yang dimilikinya harus digunakan untuk melayani kepentingan publik. “Ketika dia cederai dengan melakukan tindakan korupsi, maka secara moral dia mesti diberikan sanksi yang lebih berat dan secara etik juga harus lebih berat,” ujar Amirudin.

 

Pasal 25 Kovenan Hak Sipil dan Politik menegaskan pencabutan hak politik hanya terkait dengan jabatan politik yang diperoleh melalui Pemilihan Umum seperti jabatan sebagai anggota parlemen, bupati, gubernur, atau presiden. Untuk tetap melindungi hak warga negara, apapun jabatannya, pencabutan hak politik tidak bisa dilakukan secara permanen.

 

Batasan durasi pencabutan hak politik pejabat publik ini sejalan dengan Komentar Umum No. 24 yang dirumuskan Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dikatakan bahwa pembatasan hak politik harus jelas dan transaparan. Penting juga diperhatikan bahwa proses pencabutan hak politik terhadap pejabat publik hanya bisa dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Tags:

Berita Terkait