Perlunya Sinergitas KPK dan Kejagung dalam Penanganan Dugaan Korupsi LPEI
Terbaru

Perlunya Sinergitas KPK dan Kejagung dalam Penanganan Dugaan Korupsi LPEI

Agar tidak terjadi dualisme dalam penanganan perkara, sehingga adanya kepastian hukum bagi semua pihak. Perlu melihat rumusan norma Pasal 50 UU KPK.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Sekjen Mahupiki, Azmi Syahputra. Foto: Istimewa
Sekjen Mahupiki, Azmi Syahputra. Foto: Istimewa

Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terhadap sejumlah debitur bermasalah di Kejaksaan Agung (Kejagung) memasuki babak baru. Tapi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menangani perkara yang sama, bahkan sudah menaikan ke tahap penyidikan.

Nah, agar terwujudnya optimalisasi dan percepatan hasil penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi, serta terciptanya sinergitas antara kedua lembaga dalam penanganan perkara yang objeknya sama, maka diperlukan koordinasi. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki), Azmi Syahputra saat berbincang dengan Hukumonline, Kamis (21/3/2024).

“Agar terciptanya sinergitas antara kedua lembaga maka dalam kasus ini perlu koordinasi,” ujarnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu menilai, dengan memperhatikan kasus dugaan kecurangan  perusahaan ekspor terkait LPEI, KPK memang lebih dulu melakukan penyidikan atas kasus tersebut dengan menerima laporan sejak 10 Mei 2023 lalu. Mengacu pada rumusan norma Pasal 50 UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perkara yang dilaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Kejagung, mestinya kasus tersebut diserahkan terlebih dulu ke KPK untuk penanganannya lebih lanjut.

Baca juga:

Setidaknya ada kesamaan tujuan dalam penanganan perkara tersebut.  Makanya diperlukan koordinasi antar lembaga. Langkah itu diperlukan agar tidak terjadinya dualisme dalam penanganan perkara. Bahkan mungkin tumpang tindih, sehingga lebih tertata dalam penangan kasusnya dan adanya kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait dalam perkara tersebut.

Terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan Kurnia melanjutkan, ICW mengingatkan kepada Kejaksaan Agung agar membatasi langkah hukumnya agar sejalan dengan mandat peraturan perundang-undangan. Sebagaimana diketahui, Pasal 50 ayat (3) UU 19/2019 menyebutkan, “Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan”.

Berdasarkan fakta administrasi hukum yang diuraikan KPK, lembaga antirasuah itu menerima aduan masyarakat pada tanggal 10 Mei 2023. Kemudian ditindaklanjuti dengan upaya penyelidikan pada tanggal 13 Februari 2024. Hasil penyelidikan, ternyata KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menyangka bahwa peristiwa pemberian fasilitas kredit oleh LPEI diduga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait