Dokter, Sebuah Profesi yang Unik
Kolom

Dokter, Sebuah Profesi yang Unik

Profesi dokter harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman maupun kondisi sosiologis masyarakat Indonesia dan kondisi geografis wilayah Indonesia yang beraneka ragam.

Bacaan 8 Menit
Dokter, Sebuah Profesi yang Unik
Hukumonline

Hari Jum’at tanggal 12 November 2021 diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional. Dalam rangka mewujudkan kesehatan bagi masyarakat Indonesia, dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang memadai. Profesor HJJ Leenen di dalam bukunya yang berjudul "Gezondheidszorg en Recht een Gezondheidsrechtellyke Studie" menyatakan bahwa dokter merupakan komponen inti dalam penyelenggaraan pelayanan medis.

Posisi dokter adalah sebagai poros dan merupakan komponen vital dalam penyelenggaraan pelayanan medis yang terwujud dalam tindakan medis. Mempertimbangkan pentingnya peranan dokter, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Perundang-Undangan yang secara khusus mengatur mengenai profesi dokter, di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter.

Undang-Undang tersebut merupakan Lex Specialis bagi profesi dokter terhadap ketentuan pidana umum sebagaimana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan ketentuan perdata umum sebagaimana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dokter adalah profesi yang unik, keunikan tersebut menyebabkan terhadap profesi dokter tidak serta merta dapat diterapkan pidana umum dan perdata umum. Bahkan, seharusnya pada saat ini, Indonesia telah mempunyai Peradilan Profesi Dokter karena profesi yang satu ini sifatnya adalah multidimensi, tidak hanya mempunyai aspek hukum, tetapi juga mempunyai aspek etika dan disiplin.

Tanpa bermaksud mengesampingkan peradilan yang sudah ada di Indonesia, menjadi suatu hal yang tidak proporsional dan menjauhkan dari terwujudnya prinsip keadilan apabila sengketa medis diselesaikan melalui lembaga peradilan yang saat ini telah eksis di Indonesia.

Landasan Kepercayaan dalam Hubungan Pasien-Dokter

Dokter merupakan sebuah profesi yang unik. Salah satu hal yang menyebabkan profesi dokter digolongkan sebagai profesi yang unik adalah karena hubungan antara dokter dan pasien berlandaskan pada kepercayaan. Kepercayaan merupakan soko guru dalam hubungan antara dokter dengan pasien.

Kepercayaan ini mengandung dua unsur. Pertama adalah pasien percaya bahwa dokter akan menjaga rahasia medis pasien, dan yang kedua, pasien percaya dengan kemampuan dokter. Terkait dengan unsur yang pertama, hal yang perlu dipahami adalah ketika berhubungan dengan dokter, maka seorang pasien akan melepaskan privacy-nya.

Dalam bidang kedokteran, privacy ini dikenal sebagai rahasia kedokteran. Pasien akan berterus terang kepada dokter, mengemukakan segala hal mengenai kondisi kesehatannya. Bahkan, apabila pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter memasuki area yang menurut orang awam tergolong sensitif, pasien tidak pernah berkeberatan karena mempercayakan sepenuhnya privacy dan rahasia kedokterannya kepada dokter.

Terkait dengan unsur yang kedua, apabila dokter telah mendapatkan kepercayaan dari pasien, maka pasien tersebut akan selalu mengikuti kemanapun dokter tersebut berpraktik. Misalnya, apabila dokter harus berpindah rumah sakit, maka pasien menganggap hal tersebut bukan masalah.

Dalam kondisi seperti ini, pasien mempunyai persepsi bahwa keberadaan rumah sakit bukan merupakan faktor atau pertimbangan utama karena pasien mengutamakan kualitas pelayanan dokter dan kepercayaannya kepada dokter tertentu. Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh pihak rumah sakit. Rumah sakit biasanya akan mengutamakan dokter yang telah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Selain bertujuan untuk menjamin mutu pelayanan rumah sakit, rumah sakit juga berharap bahwa dokter tersebut akan mendatangkan pasien bagi rumah sakit.

Mengingat pentingnya landasan kepercayaan ini, Pemerintah kemudian menerbitkan berbagai pengaturan terkait, di antaranya adalah: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Landasan kepercayaan merupakan landasan filosofis dalam hubungan anatara dokter dan pasien yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini merupakan salah satu keunikan dan kekhususan dari profesi dokter.

Inspanningsverbintennis sebagai Karakteristik Hubungan Pasien-Dokter

Dalam terminologi hukum, inspanningsverbintennis mengandung makna sebagai perikatan yang prestasinya berupa upaya maksimal. Sedangkan resultaaatsverbintennis merupakan perikatan yang prestasinya berupa hasil.

Hubungan antara dokter dengan pasien merupakan perikatan, yaitu hubungan antara dua subyek hukum yang meliputi pasien dan dokter. Pada masa sekarang ini, pasien tidak hanya berupa orang yang sakit. Pasien juga dapat berupa orang yang sehat tetapi mengakses layanan kesehatan, misalnya untuk tindakan general check up dan konsultasi medis.

Mayoritas masyarakat Indonesia beranggapan bahwa hubungan antara dokter dan pasien sifatnya adalah resultaatsverbintennis. Artinya, pasien yang dalam kondisi sakit datang ke dokter dan hasilnya adalah kesembuhan sehingga tuntutan agar dokter menyembuhkan penyakitnya secara tuntas merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh dokter. Mirip dengan rumus penjumlahan, perkalian atau pengurangan dalam matematika yang menghasilkan sesuatu hal yang pasti. Hal ini adalah sesuatu yang tidak tepat dan harus diluruskan.

Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter sifatnya adalah inspanningsverbintennis. Artinya, dalam hubungan ini yang dititikberatkan adalah upaya maksimal dari dokter berdasarkan standar keilmuan dan pengalaman dalam bidang medis. Dalam perikatan yang bersifat inspanningsverbintennis ini, dokter harus melaksanakan tindakan dan upaya medis semaksimal mungkin sesuai dengan Standar Profesi Kedokteran.

Profesor HJJ Leenen di dalam bukunya yang berjudul "Gezondheidszorg en Recht een Gezondheidsrechtellyke Studie" menjelaskan mengenai unsur-unsur dari Standar Profesi Kedokteran yang terdiri dari: 1. Zorgvuldig handelen (berbuat secara teliti/seksama); 2. Volgens de medische standard (sesuai ukuran medis); 3. Gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie (kemampuan rata-rata atau average dibanding kategori keahlian medik yang sama); 4. Gelijke omstandigheden (situasi dan kondisi yang sama); 5. Met middelen die in redelijke verhouding staan tot het concreet handelingsdoel (sarana upaya yang sebanding atau proporsional dengan tujuan konkrit tindakan atau perbuatan medis tersebut).

Tindakan medis merupakan inspanningsverbintennis, yaitu perikatan yang menuntut upaya maksimal dari dokter sesuai dengan Standar Profesi Kedokteran. Dokter tidak dapat dituntut untuk memberikan garansi keberhasilan atas tindakan medisnya sesuai dengan prinsip resultaatsverbintennis karena mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya adalah keterbatasan ilmu dan upaya medis yang hingga saat ini belum dapat sepenuhnya menjangkau dan memahami semesta (misalnya: fungsi faal tubuh manusia, karakteristik berbagai penyakit dan variannya yang berkembang dengan cepat, kondisi spesifik antar individu yang berbeda-beda, dan sebagainya).

Selain itu, tindakan medis juga tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yang menentukan keberhasilannya, di antaranya adalah risiko medis, kecelakaan medis, contributory of negligence dari penerima tindakan medis, serta berbagai kejadian atau faktor tidak terduga lainnya.Karakteristik inspanningsverbintennis ini semakin memperkokoh keunikan dari profesi dokter. Dokter adalah profesi yang unik dan hal ini adalah keniscayaan.

Wajib Simpan Rahasia Kedokteran sebagai Ciri Khas Profesi Dokter

Wajib simpan rahasia kedokteran telah diamanahkan bagi dokter sejak saat menjadi mahasiswa di fakultas kedokteran hingga saat mengemban profesi sebagai dokter (sebagaimana yang telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 dan diamanahkan dalam Sumpah Hipokrates). Kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran tidak hanya membuktikan bahwa dokter adalah profesi yang unik, tetapi sekaligus juga membuktikan bahwa dokter adalah profesi yang mulia.

Dalam praktiknya, rahasia kedokteran juga dapat berwujud tertulis, yang ditulis oleh dokter di atas berkas. Hal ini disebut dengan rekam medis. Dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran, baik yang bersifat umum (sebagaimana yang telah diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 tahun 2012) maupun yang bersifat tertulis (sebagaimana yang telah diatur di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 749a Tahun 1989 dan diperbaharui dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008).

Pada saat melaksanakan profesinya, dokter seringkali terjebak di dalam konflik yang sifatnya dilematis. Seorang dokter yang dipanggil oleh pengadilan dan terlibat di dalam proses persidangan seringkali menghadapi kondisi yang dilematis karena di satu pihak dokter wajib untuk menyimpan rahasia kedokteran (sebagaimana yang diatur dalam Pasal 322 KUHP) tetapi di lain pihak dokter wajib untuk memberikan kesaksian atau keterangan (sebagaimana yang diatur dalam Pasal 224 KUHP).

Pasal 322 KUHP menegaskan bahwa wajib simpan rahasia kedokteran merupakan kewajiban hukum dan akan diberikan sanksi hukum bagi dokter yang melakukan pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran. Sedangkan Pasal 224 KUHP juga merupakan kewajiban hukum dan dalam terminologi hukum kesehatan disebut sebagai spreekplicht.

Dalam situasi yang dilematis ini, dokter dapat mengajukan permohonan dan meminta pertimbangan kepada hakim perihal rahasia kedokteran yang dapat disampaikan di dalam proses persidangan dan rahasia kedokteran yang tidak dapat disampaikan di dalam persidangan (sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 170 KUHAP). Hal ini dalam terminologi hukum kesehatan disebut sebagai verschoningsrecht van de arts.

Dalam perkembangannya, wajib simpan rahasia kedokteran sifatnya menjadi tidak mutlak karena dalam beberapa kondisi tertentu, wajib simpan rahasia kedokteran dapat dikesampingkan. Terdapat beberapa teori dan peraturan yang sifatnya sebagai Lex Spesialis dan mempertegas ketidakmutlakan wajib simpan rahasia kedokteran.

Profesor HJJ Leenen di dalam bukunya yang berjudul “Gezondheidzorg en Recht een Gezondheidsrechtellyke Studie” menyatakan bahwa dokter diperbolehkan membuka rahasia kedokteran dalam hal: bila diatur oleh undang-undang, bila pasien membahayakan umum atau membahayakan orang lain, bila pasien memperoleh hak sosial, bila secara jelas diberikan izin oleh pasien, bila pasien memberikan kesan kepada dokter bahwa ia mengizinkan, bila untuk kepentingan umum atau kepentingan yang lebih tinggi.

Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa, rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 5 (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran, menyatakan bahwa rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10 (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis, menyatakan bahwa, informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal: untuk kepentingan kesehatan pasien; memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan; permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri; permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Wajib simpan rahasia kedokteran serta berbagai pengecualiannya merupakan ciri khas dari profesi dokter. Hal ini semakin mempertegas bahwa dokter adalah merupakan profesi yang unik.

Konflik Kewajiban Hukum dalam Profesi Dokter

Pada saat melaksanakan praktik kedokteran, dokter seringkali menghadapi situasi konflik yang merupakan benturan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum. Misalnya, seorang dokter menerima panggilan emergency (kewajiban hukum berdasarkan Pasal 531 dan Pasal 304 KUHP serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017) dan di saat bersamaan dokter juga harus menghadiri persidangan (kewajiban hukum berdasarkan Pasal 224 KUHP).

Dalam kondisi menghadapi dua kewajiban hukum yang saling berbenturan, maka dokter diperkenankan untuk memilih salah satu dari kewajiban hukum yang harus dilaksanakan. Tentunya, pilihan tersebut adalah berdasarkan pertimbangan yang proporsional berdasarkan Aegroti Salus Lex Suprema.

Kondisi ini juga sering terjadi ketika dokter sedang menangani pasien di Unit Gawat Darurat dengan keterbatasan alat medis, sedangkan jumlah pasien yang seharusnya mengakses peralatan medis tersebut melebihi ketersediaan peralatan medis yang ada. Dalam kondisi ini, dokter harus melakukan tindakan medis secara proporsional dan mengutamakan skala prioritas.

Hal ini menjadi berbeda apabila dokter dihadapkan dalam situasi konflik antara kewajiban hukum dengan kepentingan hukum. Dalam kondisi seperti ini, tentunya dokter harus memprioritaskan kewajiban hukum. Misalnya, seorang dokter yang seharusnya melakukan visit kepada pasien rawat inap dan di waktu bersamaan menerima panggilan emergency, maka dokter harus mengutamakan panggilan emergency.

Sebagai suatu profesi yang unik, tentunya profesi dokter harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman maupun kondisi sosiologis masyarakat Indonesia dan kondisi geografis wilayah Indonesia yang beraneka ragam. Untuk meminimalisir sengketa medis, solusi yang pertama dapat ditempuh adalah dengan melakukan rekonstruksi pola hubungan antara pasien dan dokter dengan jalan mewujudkan dokter yang profesional dan pasien yang cerdas.

Solusi berikutnya adalah melakukan harmonisasi berbagai peraturan yang ada dan penataan lembaga yang terkait dengan profesi dokter, misalnya adalah dengan mewujudkan Peradilan Profesi Dokter. Sungguh, profesi yang satu ini memang unik.

*)Wahyu Andrianto, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait