Sartono, Meester in de Rechten di Kursi Pertama Ketua Parlemen Indonesia
Berita

Sartono, Meester in de Rechten di Kursi Pertama Ketua Parlemen Indonesia

Lulus dari Rijksuniversiteit Belanda, Sartono menjadi pengacara handal. Pernah menjadi Pejabat Presiden.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Nama Sartono sebagai pengacara tertulis dalam catatan sejarah ketika ia membela sejumlah pemimpin Partai Nasional Indonesia (PNI) yang ditangkap Belanda, terutama Soekarno. Di persidangan terdakwa Soekarno, hadir empat pengacara. Selain Sartono, ada Mr Sastromulyono, Raden idih Prawiradiputra, dan Mr Suyudi. Dalam pledoi untuk kliennya di depan sidang Landraad Bandung, 18 Agustus 1930, Mr Sartono meminta pengadilan membebaskan kliennya. Ia menganggap kasus kliennya, Soekarno, adalah perkara politik. “Tiada sadja bagi orang jang mempertahankan djoega bagi seseorang hakim adalah perkara politik banjak berpengertian jang soekar-soekar perdjalanan sedjarah memboektikan bagaimana soekarnja seorang hakim menjimpan pemandangan jang objektif dalam soeatoe process politik”, demikian antara lain penggalan pledoi yang dibacakan Mr Sartono sebagai penasehat hukum Soekarno.

Nama Sartono sebagai pengacara disinggung sedikit dalam buku Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimejo 75 Tahun (1982: 181). Pada Mei 1940, Kasman Singodimejo ditahan Belanda karena pidatonya di depan peserta Rapat Umum Muhammadiyah di Bogor menyinggung Indonesia merdeka. “Tampil sebagai pembelanya Mr Sartono seorang tokoh hukum yang terkenal waktu itu. Dan Kasman bebas dari tuntutan dan tuduhan jaksa”. Kalimat ini menunjukkan kiprah Mr Sartono di dunia advokat kala itu.

Memimpin DPR

Sartono sudah aktif berorganisasi sejak menjadi mahasiswa di Leiden. Ia menjadi pengurus inti Perhimpunan Indonesia. Namanya juga tak dapat dilepaskan dari pendirian PNI. Sebelumnya, Sartono memimpin Fands Nasional, sebuah organisasi sayap Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Moh Husni Thamrin menjadi sekretaris di Fands Nasional. Ketika Kongres Pemuda Indonesia Oktober 1928, Sartono mewakili PNI dan PPPKI.

Perjalanan organisasi politiknya tidak berhenti di PNI. Sesaat setelah Belanda membubarkan PNI, Mr Sartono dan para pejuang nasional membentuk Partai Indonesia (Partindo). Asas partai ini sama dengan PNI: Indonesia Merdeka. Mr Sartono didaulat menjadi ketua Partindo. Adapun tokoh yang menentang pembubaran PNI seperti Moh Hatta dan Sjahrir, mendirikan Pendidikan Nasional (PNI-Baru).

(Baca juga: Orang Hukum di Balik Sumpah Pemuda).

Ketika Partindo dibubarkan Belanda akibat aktivitas para pemimpinnya, berdiri Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) pada April 1937. Para pemimpin gerakan ini antara lain Mr Sartono, Mr Amir Syarifuddin, Mr Muhammad Yamin, AK Gani.

Menjelang proklamasi kemerdekaan, Sartono ikut dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia 9BPUPKI). Ia duduk di kursi nomor 46. Dalam rapat 11 Juli 1945, Mr Sartono terpilih sebagai anggota panitia yang bertugas merancang UUD. Ketua panitianya adalah Soekarno. Dalam rapat itu, Sartono mengusulkan sejumlah hal tentang apa yang perlu disusun antara lain ‘supaya merancang suatu pernyataan kemerdekaan’. “Juga hal-hal yang walaupun belum bisa dijalankan sebaiknya dimasukkan pula (ke dalam UUD --red), walaupun dalam pokok”.

Soekarno membacakan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan, Sartono terus berperan. Soekarno-Hatta mengumumkan cabinet pertama Indonesia, yang berisi 15 menteri, disusul pengangkatan 8 gubernur, dan 7 pejabat lainnya. Mr Sartono dipercayakan sebagai salah seorang Menteri Negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait