Sejumlah Hambatan yang Perlu Disempurnakan dalam OSS
Setahun OSS

Sejumlah Hambatan yang Perlu Disempurnakan dalam OSS

Meski jauh dari kata sempurna, BPKM mengklaim pelaku usaha menyambut positif keberadaan OSS.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Mengevaluasi Pelaksanaan OSS)

 

“Karena sistem ini baru jadi kendalanya masih banyak, ke depan dengan ada omnibus law ini akan memangkas aturan-aturan yang menghambat, ini kita menerbitkan OSS sementara ada aturan-aturan di K/L atau dareah yang belum sesuai dengan aturan OSS, dan itu menjadi hambatan dalam pemenuhan komitmennya,” kata Husen.

 

Tapi meskipun jauh dari kata sempurna, Husen mengklaim jika pelaku usaha menyambut positif keberadaan OSS. Hal itu dibuktikan dengan total pengajuan perizinan yang masuk ke sistem OSS. Misalnya saja untuk registrasi, rata-rata per hari data yang masuk ke OSS mencapai 1.745, bahkan untuk izin usaha BKPM menerima pengajuan sebesar 2.067.

 

Hukumonline.com

Hukumonline.com

Sumber: BKPM

 

Saat ini, Husen mengaku jika OSS belum menyediakan semua jenis perizinan. Beberapa perizinan dalam hal pemenuhan komitmen seperti IMB, Izin Lingkungan dan lain sebagainya masih harus diurus di daerah atau K/L terkait. OSS hanya mengintegrasikan pengajuan perizinan ke daerah, lalu kemudian menerima notifikasi jika izin-izin tersebut sudah dikeluarkan oleh K/L dan Pemda sebagai bukti pemenuhan komitmen dari pelaku usaha.

 

(Baca: Kilas Balik Implementasi OSS)

 

Untuk meningkatkan pelayanan OSS kepada pelaku usaha, BKPM tengah menyiapkan aplikasi OSS 1.1. Rencananya, aplikasi terbaru ini akan diresmikan pada November mendatang. Dan ke depannya, lanjut Husenn, pemerintah akan menyempurnakan sistem OSS. Sehingga seluruh perizinan akan terintegrasi melalui satu platform saja, yakni melalui OSS.

 

Polemik AMDAL

Online Single Submission (OSS) resmi diluncurkan pada Juli 2018 lalu. Pelaksanaanya diatur dalam PP No 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS). Namun dalam perjalanannya, pelaksanaan OSS tak berjalan mulus. Banyak kritik yang datang dari berbagai pihak yang berujung pada judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

 

Uji materi tersebut dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Perizinan Ngawur, seperti ICEL, Walhi, YLBHI, Sawit Watch, Solidaritas Perempuan, KNTI, Kaoem Telapak, JATAM Kaltim dan sejumlah lembaga serta individu ini mendaftarkan uji materi terhadap PP No.24 Tahun 2018 ke Mahkamah Agung (MA) pada 4 September 2019.

 

(Baca: MA Diminta Batalkan PP OSS)

 

Beberapa organisasi masyarakat sipil yang fokus membidangi isu lingkungan hidup itu menilai PP No.24 Tahun 2018 karena percepatan izin usaha berbasis komitmen yang diterbitkan melalui mekanisme OSS mengabaikan perlindungan lingkungan hidup. Padahal di UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ditegaskan bahwa izin lingkungan merupakan syarat untuk mendapat izin usaha dan/atau kegiatan. Tapi melalui OSS, izin lingkungan itu hanya sekedar komitmen dari pelaku usaha untuk memenuhinya yang bisa diurus setelah izin usaha terbit.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait