Sejumlah Hambatan yang Perlu Disempurnakan dalam OSS
Setahun OSS

Sejumlah Hambatan yang Perlu Disempurnakan dalam OSS

Meski jauh dari kata sempurna, BPKM mengklaim pelaku usaha menyambut positif keberadaan OSS.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Pakar Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hariadi Kartodiharjo juga turut menyoroti PP OSS yang meletakkan wajib AMDAL setelah terbitnya NIB. Menurut Hariadi, tindakan itu justru melemahkan posisi AMDAL yang selama ini berfungsi sebagai pengambil keputusan.

 

Dia menegaskan bahwa PP OSS bertentangan dengan semangat UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang memperkuat posisi AMDAL.

 

“Jadi pertimbangan lingkungan itu seharusnya bukan cuma sekedar hanya untuk mempertahankan proyek kemudian dampaknya ditangani, tapi justru posisi AMDAL itu bisa sampai pada satu keputusan bahwa proyek ini tidak bisa dilakukan. Nah maka PP OSS itu sendiri sudah melemahkan posisi AMDAL padahal dalam UU 32/2009 itu ‘kan muncul hal yang lain seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dan beberapa instrumen lingkungan yang tujuannya waktu pembuatannya itu menyadari kalau AMDAL itu lemah, oleh karena itu ditambah beberapa instrumen yang lain,” kata Hariadi kepada hukumonline.

 

Dia menilai ada konsep yang keliru dari penerbitan OSS. Urusan-urusan percepatan izin, lanjutnya, tidak serta merta bisa diukur dengan waktu yang diperpendek. Persoalan pokok terkait perizinan di Indonesia adalah adanya konflik kepentingan yang menyebabkan adanya korupsi, suap dan lainnya. Artinya, masalah perizinan berada di sisi tata kelola dan bukan penyederhanaan prosedur.

 

Divisi Hukum Jaringan Masyarakat Tambang (JATAM), Muh. Jamil mengatakan jika PP OSS tidak lebih hanya sebagai upaya dari pemerintah untuk mendukung percepatan investasi. Hal itu terlihat jelas di dalam PP OSS yang menempatkan AMDAL sebagai instrumen pendukung dari sebuah investasi.

 

“AMDAL ditempatkan di belakang, dulu di depan sebagai syarat suatu investasi sekarang sebelum ada AMDAL, dan sekarang pelaku usaha bisa melakukan pembebasan lahan, hanya dengan modal izin komitmen,” katanya kepada hukumonline.

 

Menjawab kekhawatiran tersebut, Husen menegaskan bahwa pelaku usaha yang sudah memiliki NIB maupun izin usaha belum memiliki kewenangan untuk melakukan pembangunan. Pembangunan baru bisa berjalan jika IMB dan izin lingkungan sudah dipenuhi. Namun Husen membenarkan jika pelaku usaha bisa melakukan negosiasi jual beli tanah atau mengajukan kredit kepada perbankan setelah mengantongi NIB dan izin usaha.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait