(Baca: Konsumen Berhak Dapat Kompensasi Pasca Pemadaman Listrik Tiba-tiba)
Begitu besarnya dampak pemadaman listrik itu, diungkapkan Direktur LBH Jakarta, Arief Mulyana, bahkan sampai mengakibatkan adanya korban jiwa khususnya pasien rumah sakit dan korban kehilangan harta benda, namun angka persisnya belum dapat dipastikan. Aspek keamanan konsumen ketika seluruh wilayah terdampak padam dan gelap sangat dipertaruhkan dan bisa mengancam keselamatan, sementara pemerintah tak pula menurunkan petugas keamanan (kepolisian) untuk berjaga.
“Kita mendorong agar Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik segera melakukan penyelidikan atas peristiwa ini. Agar ke depan kasus seperti ini tidak terulang,” ungkapnya.
Ia juga sangat menyayangkan tidak adanya empati yang dibangun pihak PLN dalam menyikapi kejadian tersebut. Sebetulnya, pihaknya berharap tak perlu ada gugatan yang dilayangkan kepada PLN dalam kasus ini. Asalkan PLN bisa membuka kanal pengaduan dengan memberikan ganti rugi kepada konsumen tanpa perlu menunggu digugat.
“Kalau bisa, harus ada panitia kompensasi ganti rugi. Sayangnya, PLN tak kunjung membuka posko pengaduan sehingga pihaknya disebut harus segera bertindak,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan penghitungan kerugian sebesar Rp90 miliar yang dilakukan PLN ditentukan sepihak oleh PLN sendiri tanpa mempertimbangkan unsur kerugian dalam UU Perlindungan Konsumen.
“Menyikapi itu, YLKI, LBH Jakarta, Yappika dan Fakta akan membuka posko pengaduan dari masyarakat yang terkena kerugian dan membutuhkan informasi bantuan hukum terkait bagaimana menuntut ganti kerugian atau menyampaikan masukan kepada pemerintah atau lembaga pelayanan publik yang lain menyangkut persoalan ini,” tegasnya
Ketua Yappika, Hendrik Rosdinar juga menyayangkan PLN yang sangat lambat memberikan informasi kepada publik terkait berapa lama akan terjadi pemadaman listrik dan apa saja yang akan terdampak. Dengan begitu, PLN juga berpotensi telah melanggar UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).