Hakim Agung Asal Aceh Kritik Perlakuan Aparat Terhadap Korban Tsunami
Berita

Hakim Agung Asal Aceh Kritik Perlakuan Aparat Terhadap Korban Tsunami

Ketika Farid Faqih dipukul aparat keamanan, ributnya sejagad. Tetapi orang Aceh kena pijak aparat seolah sudah hal biasa. Masa warga Aceh korban bencana dipaksa memiliki KTP. Jangankan dokumen, jiwa mereka selamat saja sudah syukur.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Asal Aceh Kritik Perlakuan Aparat Terhadap Korban Tsunami
Hukumonline

 

Berdasarkan pengamatan Hakim Nyakpha sepanjang perjalanan itu ada pola generalisasi yang tidak mengenakkan hati. Mereka yang tidak punya KTP, di mata aparat, adalah anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).  Saya merasakan nasib rakyat diperlakukan aparat sedemikian. Agak sakit juga sebenarnya, ujarnya.

 

Hakim Nyakpha mengaku bahwa tujuan pemeriksaan KTP itu sebenarnya baik. Tetapi dalam pelaksanaan telah terjadi diskriminasi hukum. Perlindungan hukum terhadap warga, terutama korban bencana tsunami, minim. Ini makin diperparah oleh mental birokrasi aparat yang mempersulit pengurusan dokumen-dokumen yang hilang. Ada prinsip di aparatur kita, kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah?, ketusnya.

 

Hakim Nyakpha sendiri mengaku kehilangan nyaris seluruh dokumen penting. Sebab, sewaktu pindah ke Jakarta yang dia bawa hanya Keputusan Presiden tentang pengangkatan dirinya sebagai hakim agung. Untuk mengganti dokumen-dokumen yang hilang, mantan Rektor Universitas Abulyatama itu menghubungi Kedubes Perancis. Dan di sana ia mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Ia yakin tidak akan mendapatkan perlakuan semudah itu jika harus mengurus ke aparat Indonesia. Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah!

 

Kritik Hakim Nyakpha itu dijawab Siti Nurbaya. Menurut Sekjen Departemen Dalam Negeri ini meminta Pemda di Aceh untuk mengubah visi terutama berkaitan dengan efek bencana tsunami. Departemen Dalam Negeri, kata Siti Nurbaya, juga menaruh perhatian dan sedang menata ulang soal kartu identitas (KTP) dan kartu keluarga mereka yang menjadi korban.

Kritik tajam itu datang dari Prof. DR. HM Hakim Nyakpha. Saat tampil sebagai pembicara dalam sebuah Seminar Mengurai Ragam Masalah Hukum Pasca Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara di Depok, kemarin (31/1), hakim agung kelahiran Aceh Selatan itu mengkritik tindakan aparat keamanan yang masih memaksakan adanya KTP merah putih bagi semua warga Aceh dalam suasana duka pasca tsunami.

 

Padahal bencana gempa dan tsunami sudah meluluhlantakkan bumi Serambi Mekkah itu. Warga Aceh bukan hanya kehilangan nyawa, tetapi juga kehilangan dokumen-dokumen penting. Termasuk identitas diri seperti KTP, ijazah dan kartu keluarga. Dalam suasana seperti bagaimana mungkin aparat keamanan masih memaksa warga korban tsunami menunjukkan KTP?

 

Kritik dari hakim agung itu bukan isapan jempol. Sewaktu berkunjung ke Aceh beberapa hari lalu, Hakim Nyakpha sengaja melakukan perjalanan darat dari Medan menuju Banda Aceh. Sepanjang perjalanan itulah doktor antropologi hukum lulusan Perancis ini melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana warga Aceh yang tidak punya KTP dipaksa turun dari angkutan umum. Bahkan ada yang dipukuli. Padahal sebagian dari mereka adalah korban bencana tsunami.

 

Sebagai korban, harta benda mereka habis, dokumen-dokumen penting hilang, nyawa anggota keluarga pun melayang. Toh, aparat masih memperlakukan warga seolah-olah keadaan normal. Bagaimana mungkin warga lebih memikirkan KTP daripada menyelamatkan diri saat bencana tsunami datang?

Tags: