Hanya Sebatas Penguasaan, Aset Total E&P Indonesie Tidak Dapat Disita
Berita

Hanya Sebatas Penguasaan, Aset Total E&P Indonesie Tidak Dapat Disita

Kuasa hukum Total mempertanyakan tujuan permohonan pailit terhadap Total E & P. Pasalnya aset yang dimiliki Total hampir seluruhnya milik pihak lain, termasuk milik negara.

Oleh:
CR
Bacaan 2 Menit
Hanya Sebatas Penguasaan, Aset Total E&P Indonesie Tidak Dapat Disita
Hukumonline

 

Ketika barang yang dibeli Total masuk ke Indonesia, sampai ke pabean, maka status hukum barang tersebut menjadi milik negara Republik Indonesia. Jadi kalau nanti asset Total mau disita, maka asset siapa yang mau disita, karena Pertamina ataupun BP MIGAS tidak termasuk sebagai pihak, ujarnya kepada hukumonline, Senin (31/1).

 

Fredrik merujuk pada ketentuan Pasal 22 jo 23 ayat 1 PP No. 35/1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi. Yang kemudian dipertegas dalam ketentuan Pasal 10 Kontrak Bagi Hasil pengeboran minyak dengan SKJ.

Pasal 22

Seluruh barang dan peralatan yang diperlukan dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang dibeli Kontraktor, menjadi milik PERTAMINA yang pembukuannya dilakukan secara terpisah. 

Pasal 23

(1) Kontraktor dapat menggunakan, seluruh barang dan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 selama berlakunya Kontrak Bagi Hasil.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Total dimohonkan pailit oleh PT Istana Karang Laut (IKL) dan PT Sanggar Kaltim Jaya (SKJ), karena dinilai tidak mau membayar pembengkakan biaya (cost impact) dari perubahan desain kontrak pengeboran minyak yang telah disepakati.

 

Penyelesaian di Arbitrase

Fredrik yang merupakan advokat dari kantor hukum Lubis Santosa Maulana, berpendapat seharusnya SKJ dan IKL tidak perlu terburu-buru membawa perkara ini ke pengadilan niaga.

 

Dia menilai, dalam permasalahan ini keberadaan utang dan juga keberadaan dua kreditur, yang dimaksudkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 37/2004 tentang Kepailitan tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Sehingga forum penyelesaian yang menurutnya paling tepat adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai forum penyelesaian sengketa yang disepakati oleh para pihak dalam perjanjian.

 

Namun, Pemohon pailit berkeyakinan dapat mengajukan permohonan pailit meskipun terdapat klausula arbitrase di dalamnya. Dalam hal ini Pemohon mendasarkan pada ketentuan pasal 303 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004.

 

Menurut OC Kaligis, kuasa hukum dari pemohon pailit, utang yang dimaksudkan dalam permohonan pailit oleh pemohon sudah dibuktikan melalui hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, Fredrik menyatakan bahwa BPKP tidak dalam kapasitas yang tepat untuk menilai adanya utang.

 

Sedangkan perihal cost impact yang dipersoalkan, Fredrik menilai tidak tepat. Menurutnya, perubahan desain kontrak yang dimaksud oleh pemohon pailit sudah disepakati dalam Change Order Instruction (COI). Kalau dia tidak setuju dengan COI itu, kenapa ditandatangani, cetus Fredrik.

 

Lebih lanjut Fredrik mengatakan, selama ini tagihan (invoice) yang diajukan ke Total berasal dari SKJ, namun dalam invoice itu, SKJ meminta pembayaran dilakukan pada rekening IKL, yang merupakan subkontraktor SKJ. Dia tegaskan, tidak ada hubungan kontraktual antara Total dengan IKL.

Penjelasan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan menyebut, tujuan  pernyataan pailit adalah agar harta pailit debitur dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh utang debitur secara adil merata dan seimbang.

 

Tetapi hal itu mungkin sulit diterapkan dalam kasus permohonan pailit terhadap Total E & P Indonesia. Menurut Kuasa hukum Total, Fredrik J Pinakunary, perusahaan pengeboran minyak itu tidak memiliki asset yang bernilai besar di Indonesia.

 

Pasalnya, hampir seluruh kendaraan, peralatan dan juga gedung perkantoran Total saat ini adalah milik pihak ketiga ataupun milik negara. Secara badan hukum pun, perusahaan Total di Indonesia terpisah dari perusahaan induknya, yang berada di Perancis.

Halaman Selanjutnya:
Tags: