Indonesia-Swiss Teken MLA, Begini Respons KPK
Berita

Indonesia-Swiss Teken MLA, Begini Respons KPK

Pelaku kejahatan tak bisa leluasa simpan uang illegal di Swiss.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Foto: RES

Indonesia, diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamongangan Laoly, telah menandatangani perjanjian bantuan timbal balik (Mutual Legal Assisstance/MLA) dengan pemerintah Swiss beberapa waktu lalu. Perjanjian MLA ini sendiri dari 39 pasal. MLA antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil kejahatan.

Kesepakatan kedua negara berkaitan langsung dengan pemberantasan korupsi, terutama yang berlangsung lintas negara (Indonesia dan Swiss). Selama ini, Swiss sering dipandang sebagai negara aman untuk menyimpan hasil kejahatan, meskipun kini pandangan itu tak sepenuhnya benar.

Lalu apa implikasi MLA ini terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia? Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyambut baik adanya perjanjian ini. Menuru dia, dengan adanya MLA,  pertukaran informasi keuangan dan perpajakan antara Indonesia dengan Swiss akan lebih gampang dilakukan kedua negara. Aparat penegak hukum bisa mengakses informasi dari otoritas Swiss, demikian pula sebaliknya.

"Para koruptor atau pengemplang pajak tidak akan lagi leluasa menyimpan uang hasil kejahatan di Swiss karena akan gampang ditelusuri oleh aparat penegak hukum oleh kedua negara," ujar Syarif saat dihubungi wartawan, Rabu (6/2).

(Baca juga: Menganut Prinsip Retroaktif, Perjanjian MLA Indonesia-Swiss Sah Ditandatangani).

Komisioner KPK lainnya Saut Situmorang juga mengapresiasi perjanjian ini. Saut berpendapat MLA membawa implikasi sebesar apapun aset hasil tindak pidana yg disimpan di luar negeri seperti Swiss dapat dilacak, dibekukan ,dirampas dan dikembalikan ke dalam negeri.

Oleh karena itu Saut meminta para aparat penegak hukum bisa memanfaatkan perjanjian ini. "Sudah pasti ini MLA ini barang bagus untuk digunakan kalau kita semua mahir menggunakannya, dimana di belakangnya semua ialah bigdata Anda seperti apa, bagaimana Anda melakukan share the value," tuturnya.

Menkumham Yasonna H Laoly menandatangani dokumen perjanjian mewakili Pemerintah Indonesia. Sedangkan Swiss diwakili Kepala Departemen Peradilan dan Kepolisian Federal Swiss Karin Keller Sutter. Menurut Yasonna, Presiden Jokowi menekankan perjanjian ini cukup penting sebagai platform kerjasama hukum khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi atau asset recovery.

Tags:

Berita Terkait