Mendorong Pemilihan Jaksa Agung Melalui Pansel dalam RUU Kejaksaan
Utama

Mendorong Pemilihan Jaksa Agung Melalui Pansel dalam RUU Kejaksaan

Seperti mekanisme pemilihan pimpinan KPK dan Hakim Agung. Mulai membentuk pansel, menyeleksi sejumlah persyaratan calon, menjalani serangkaian tahapan seleksi. Hasilnya diserahkan ke DPR untuk uji kelayakan dan kepatutan. Hasil akhirnya diserahkan ke presiden untuk dipilih.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Rumusan norma pengangkatan dan pemberhentian diatur dalam Pasal 19 UU 16/2004. Namun dalam draf RUU Kejaksaan, tak mengubah Pasal 19 tersebut. Kendati demikian, dalam pembahasan bisa jadi terdapat dinamika antara Komisi III dengan pemerintah. Lagi pula usulan pengaturan mekanisme pengangkatan Jaksa Agung sering menjadi perdebatan dalam sistem ketatanegaraan sebagaimana pandangan Hinca.

Bisa mencontoh seleksi pimpinan KPK

Terpisah, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Fachrizal Afandi mengatakan desain pemilihan Jaksa Agung dapat mencontoh proses pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih dahulu melalui mekanisme pembentukan Panitia Seleksi (Pansel). Nama-nama pendaftar dengan beragam syarat yang ketat menjadi tahapan awal yang mesti dilalui para calon dalam proses seleksi di Pansel.

Setelah melalui tahapan penyaringan di Pansel, sejumlah nama calon disodorkan ke DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan. Setelah itu, pengerucutan nama-nama calon hasil uji kelayakan dan kepatutan, disodorkan ke pemerintah untuk dipilih presiden. Setidaknya dengan mekanisme tersebut menjadi lebih transparan dan lebih independen nantinya Jaksa Agung dalam menahkodai Korps Adhiyaksa.

“Posisi Jaksa Agung sebagai anggota kabinet seperti sekarang rawan jadi jalan intervensi politik ke proses penuntutan,” bebernya.

Dia melihat Kejaksaan Indonesia een en ondelbaar (satu dan tak terpisahkan, red) yang hierarkis dan militeristik (garis komando). Alhasil, para jaksa di daerah tak punya pilihan lain selain tunduk dan patuh atas apapun kebijakan dan perintah Jaksa Agung. Nah dampaknya menjadi persoalan bila jabatan Jaksa Agung menjadi bagian dari kabinet di pemerintahan.

Desain independen

Pria yang berhasil mempertahankan disertasi di Universitas Leiden, Belanda, Januari lalu berjudul “Maintaining Order: Public Prosecutors in Post Authoritarian Countries, the Case of Indonesia” ini menilai intervensi presiden terhadap proses penuntutan tak akan dapat dihindari. Oleh karenanya, RUU Kejaksaan mesti mengatur jelas desain jabatan Jaksa Agung.

Dia mengusulkan angka 5 tahun untuk jabatan Jaksa Agung. Bila modelnya Jaksa Agung dari internal Kejaksaan, maka masa jabatan Jaksa Agung bergantung pada usia pensiun jaksa. Seperti di kepolisian, masa jabatan Kapolri bergantung pada usia pensiun. Fachrizal menilai idealnya jabatan Jaksa Agung seperti di era R Soeprapto. Sebab, jabatan Jaksa Agung tak masuk kabinet. “Bedanya, zaman R Soeprapto, jabatan Jaksa Agung bagian dari kekuasaan kehakiman.”

Tags:

Berita Terkait