Penuh Pasal Kriminalisasi Pers, Aliansi LSM Minta RUU KUHP Direvisi
Berita

Penuh Pasal Kriminalisasi Pers, Aliansi LSM Minta RUU KUHP Direvisi

RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai sarat dengan pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers. Karena itu draf RUU tersebut harus direvisi sebelum dibahas di DPR.

Zae
Bacaan 2 Menit
Penuh Pasal Kriminalisasi Pers, Aliansi LSM Minta RUU KUHP Direvisi
Hukumonline

 

Bertentangan dengan UU Pers

Pernyataan senada juga diungkapkan oleh anggota Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (B2HA) untuk Kemerdekaan Pers, Hinca IP Pandjaitan. "Jika RUU KUHP ini sampai lolos (menjadi undang-undang,red), tak ubahnya kita kembali lagi ke jaman kolonialisasi Belanda," ujar Hinca.

 

Hinca mengambul contoh salah satu Pasal dari 49 Pasal yang berpotensi mengancam pekerja pers, yakni Pasal 308. Berdasarkan pasal tersebut, setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebihan, atau tidak tepat, padahal patut diduga berita tersebut akan menimbulkan keonaran maka diancam dengan ancaman penjara selama tujuh tahun.

 

Padahal, menurut Hinca, yang namanya berita tidak yang pasti. Dugaan Hinca, rumusan RUU KUHP ini disusun oleh sekelompok pakar hukum pidana yang tidak bisa membedakan penyebaran berita oleh masyarakat umum dan berita hasil kerja jurnalistik.

 

Sebenarnya,  hasil kerja jurnalistik itu sudah dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Khususnya Pasal 6 yang di antaranya menyatakan bahwa pers nasional melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

 

Dengan demikian, keberadaan rumusan Pasal 308 ini akan bertentangan dengan Pasal 6 UU Pers. "Jadi dengan adanya pasal 308 ini jaminan terhadap pekerja pers seolah-olah akan ditarik lagi, " jelas Hinca.

 

Harus direvisi

Juru bicara APP 28, Misbahuddin Gasma dari LBH Pers mengatakan bahwa ancaman serius RUU KUHP itu berwujud pasal-pasal karet tentang kejahatan. Misalnya, pencemaran nama baik, penghinaan terhadap pemerintah, penghinaan terhadap presiden, penghinaan terhadap kepala negara sahabat, penghasutan melawan penguasa umum, dan penyiaran berita bohong dan berita yang tidak pasti.

 

Jenis-jenis kejahatan tersebut, menurut Misbahuddin, tidak dirumuskan dengan definisi dan ruang lingkup yang jelas. "Sehingga implementasinya akan sangat bergantung pada interpretasi sepihak para pejabat publik dan para penegak hukum," jelasnya.

 

Misbahuddin juga mengkritik pasal-pasal soal rahasia negara yang dinilainya hanya akan menjadi tameng bagi para pejabat bermasalah dan lembaga-lembaga pemerintah yang korup untuk menghindar dari proses penyidikan. Pasal-pasal ini justru akan kontra produktif dengan upaya pemerintah memberantas korupsi.

 

Berdasarkan hal tersebut, AAP 28 menuntut agar pemerintah merevisi kembali RUU KUHP yang saat ini sudah terlanjur diajukan kepada DPR. AAP 28 juga merunut DPR untuk menolak RUU KUHP yang diajukan pemerintah sebelum proses revisi itu dilakukan.

Hal tersebut ditegaskan oleh aliansi beberapa LSM dengan insan pers yang tergabung dalam Aliansi Pembela Pasal 28 (APP 28) saat menggelar konferensi pers di ruang media center DPR-RI, Jakarta kemarin (31/01).

 

"Setidaknya ada 49 rumusan pasal dalam RUU KUHP yang mengancam kebebasan pers," tegas tokoh pers Leo Batubara, saat menyampaikan pendapatnya soal RUU KUHP buatan pemerintah yang tidak lama lagi akan dibahas di DPR.

 

Padahal, menurut Leo, RUU KUHP ini rencananya disusun untuk memperbaiki ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang berlaku sekarang ini. Dalam KUHP sendiri mengandung setidaknya 37 pasal yang berisi ancaman untuk memenjarakan pekerja pers.

 

Dengan tegas Leo juga mengatakan bahwa rumusan KUHP tersebut adalah musuh konstitusi. Khususnya Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UDD 1945 hasil amandemen ke-4 yang berbunyi; Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, dan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

 

Berdasarkan hak tersebut, Leo menyayangkan pemerintah di bawah kepemimpinan SBY yang dinilainya bertentangan dengan cita-cita pembentukan pemerintahan yang baik (good government). "Padahal saat pelantikannya dulu SBY menyatakan bahwa pemeritahannya akan berdasarkan asas good gevernment," ujar Leo.

Halaman Selanjutnya:
Tags: