Urgensi Fungsi Pengawasan dalam Pelindungan Data Pribadi
Pojok PERADI

Urgensi Fungsi Pengawasan dalam Pelindungan Data Pribadi

Memiliki sekitar 60 ribu anggota, Peradi harus menjadi organisasi terdepan yang berkontribusi dan paham aspek-aspek penting dalam pelindungan data pribadi.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
 Pelaksanaan Pelatihan Modul 3 bertajuk 'Privacy and Internet Freedom in The Digital Age' di Kantor Pusat Peradi, Jumat (5/5). Foto: istimewa.
Pelaksanaan Pelatihan Modul 3 bertajuk 'Privacy and Internet Freedom in The Digital Age' di Kantor Pusat Peradi, Jumat (5/5). Foto: istimewa.

Bagi Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), implementasi dari lahirnya Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) menjadi isu penting yang harus dipahami oleh para advokat dalam kaitannya dengan upaya penegakan hukum. Seperti halnya, pelindungan data pribadi juga memuat fungsi pengawasan (surveillance) oleh para stakeholder terkait; sebuah kesadaran yang akhirnya mengilhami Peradi untuk menggelar pelatihan bertajuk ‘Privacy and Internet Freedom in The Digital Age’ di Kantor Pusat Peradi, Grand Slipi Tower pada Jumat (5/5).

 

“Ada hal-hal yang harus diperhatikan pada saat kita menggeluti UU PDP. Ini harus dijabarkan oleh orang-orang yang memang ahli dan dilakukan secara berkesinambungan. Peradi memiliki hampir 60 ribu anggota dan data mereka. Kami juga memiliki tanggung jawab sama dengan pihak yang disebut dengan institusi pengendali (yang menerima data dan bertanggung jawab untuk melindungi). Kami, juga harus belajar dari orang-orang yang ahli,” kata Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Prihartono.

 

Sementara itu, Ketua Bidang Kerja Sama Internasional, Johannes C. Sahetapy Engel mengungkapkan, pelatihan ini merupakan hasil kerja sama dengan American Bar Association (ABA) Rule of Law Initiative; yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam, bukan hanya kepada rekan lawyer dan anggota Peradi, tetapi juga para aktivis. Pelatihan yang serentak dilakukan di lima negara (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam) terdiri atas empat modul; di mana Modul I dan II telah dilakukan secara online oleh ABA.   

 

“Peradi secara aktif terlibat dalam pelaksanaan Modul 3 dan 4 yang diselenggarakan secara hybrid (online dan offline). Keduanya akan banyak membahas tentang pelindungan data dan kebebasan di ranah digital (internet), yang masing-masing juga memiliki konsekuensi atau hal-hal penting, yang mungkin sudah familier, tetapi belum kita sadari,” Johannes menambahkan.

 

A person standing in front of a banner

Description automatically generated with medium confidence

Narasumber pelatihan, Sekretaris Dewan Indonesia Cyber Security Forum, Satriyo Wibowo. Foto: istimewa.

 

Hadir sebagai pembicara, yaitu Sekretaris Dewan Indonesia Cyber Security Forum, Satriyo Wibowo menerangkan, kendati memiliki perhatian yang sama dalam pelindungan data di ranah siber, setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda dalam pemrosesan dan pelindungan data.  Indonesia misalnya, mengacu pada General Data Protection Regulation (GDPR). “Modul 3 akan banyak membahas soal fungsi pengawasan dan kasus-kasus yang berhubungan dengan pelindungan data di seluruh dunia. Dari pembahasan ini, kami juga berharap, mumpung sedang disiapkan aturan pelaksanaannya, kita bisa memberikan masukan untuk GDPR,” ujar Satriyo.

 

Lebih dari tiga jam, para peserta diajak untuk memahami kerangka hukum pelindungan data yang ada; aspek keamanan maupun kejahatan siber; pengawasan digital; hingga studi kasus yang terjadi di banyak perusahaan dari negara berbeda; semata untuk melihat lebih dalam sudah atau tidaknya perangkat hukum di Indonesia mengakomodasi seluruh kebutuhan dan hak-hak subjek datanya serta tantangan dalam proses implementasinya. Ia juga menekankan, kewajiban untuk memahami UU PDP amat penting bagi penegak hukum, dalam rangka mempersiapkan manajemen risiko.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait