Menemukan Tafsir Legalitas Seks Bebas dalam Permendikbudristek 30/2021
Kolom

Menemukan Tafsir Legalitas Seks Bebas dalam Permendikbudristek 30/2021

Consent dalam Permendikbudristek itu jangan dipandang sempit sehingga menimbulkan kesalahan persepsi.

Bacaan 6 Menit

Tidak Ada yang Keliru, Hanya Salah Paham

Peraturan tersebut jelas melindungi secara preventif. Karena bagaimanapun persetujuan itu ada dengan persepsi (menyimpang) dapat menghalalkan perilaku seksual bebas yang bertanggung jawab namun tetap mempunyai kemungkinan menimbulkan kerugian terhadap salah satu pihak yaitu bentuk kekerasan, sebagai suatu daya paksa yang tidak diinginkan yang menunjuk pada adanya “ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender”.

Artinya peraturan ini justru menutup celah perilaku LGBT dan seks bebas, yang oleh karenanya melalui peraturan ini diharapkan tidak lagi ada perilaku seks bebas dalam lingkungan kampus. Lingkungan kampus juga secara luas meliputi tempat kos dan kontrakan atau yang disamakan dalam konteks relasional kampus.

Sebagaimana dalam hubungan suami-isteri maka terdapat kesetaraan kuasa, dan apa yang berkaitan dengan terminologi setara dalam konteks gender adalah maskulin dengan feminin. Terminologi setara juga harus dibedakan dari penafsiran sama/kesamaan/mirip/serupa secara fisik.

Konteks setara dalam hukum tidak dapat dimaknai sebagai bebas atau suka sama suka akan tetapi sejajar, sama tingkatnya, sebanding, sepadan, seimbang, sederajat serta diakui oleh negara karena mempunyai kepastian hukum. Kesetaraan sebagai lawan dari ketimpangan disebutkan dalam Pasal 2 huruf b, Pasal 3 huruf b dan c, Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) huruf d.

Konsep dan pengakuan kesetaraan relasi gender secara filosofis hanya dimungkinkan pada situasi perbedaan kelamin, dan tidak akan terjadi pada kelamin yang sama, karena kesamaan tersebut tetap mempunyai potensi dan manfaat yang sama meski merasa berbeda gender. Namun, Penulis tidak akan membahas lebih jauh karena dapat keluar dari konteks hukum meski berkaitan erat. Dengan demikian adalah keliru bila beranggapan bahwa Permendikbudristek ini melegalkan seks bebas maupun LGBT.

Ekuivalensi Konsep Hukum

Dalam hukum perdata kita juga mengenal konsep yang ekuivalen yaitu “misbruik van omstandigheden”, penyalahgunaan keadaan, cacat kehendak, keadaan tidak seimbang. Dalam hal ini ada kesepakatan para pihak dalam membuat perjanjian atau kesepakatan namun ada keterpaksaan yang menyebabkan cacat hukum.

Bahwa hubungan seksual yang tidak perlu diatur dalam peraturan menteri ini adalah pola hubungan dalam kesetaraan kuasa/gender dalam ikatan perkawinan yang legal dan kejahatan seksual. Oleh karena itulah peraturan menteri tersebut secara relevan merangkai kalimat yaitu “persetujuan korban”. Mengenai hal ini sebetulnya selalu dibahas dalam viktimologi, hubungan sebab-akibat karena interaksi antara pelaku dengan korban, causa prima (utama) ataupun causa proxima (terdekat).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait